Sabtu, 05 Juli 2008

Mewaspadai Modus Baru Kejahatan Internet Bisnis Indonesia

Setelah menjadi runner up di bawah Ukraina dalam hal kejahatan berbasis teknologi informasi seperti dicatat Clear Commerce, terutama carding, agaknya posisi tawar Indonesia sebagai salah satu negara terdepan dalam tindak kejahatan teknologi informasi kini bisa lebih kuat. Pasalnya, kejahatan-kejahatan baru yang memanfaatkan teknologi informasi begitu banyak hadir: dari soal transaksi seks melalui internet, pornografi dan pelanggaran privasi hingga judi online.

Modus-modus baru tersebut menambah deret modus kejahatan internet yang terjadi di tanah air. Adapun modus-modus kejahatan umum dengan internet yang hadir lebih dulu antara lain penipuan kartu kredit, penipuan perbankan, penipuan lewat email, perebutan nama domain, pornografi anak, terorisme, denial-of-service attack (DDoS), defacing, cracking maupun phreaking.

Sex on the Net
Pemanfaatan internet untuk transaksi seks, atau paling tidak mempromosikan diri para pekerja seks komersial (PSK), sesungguhnya bukan hal baru. Sudah sejak lama beberapa foto PSK seperti berasal dari lokalisasi Dolly di Surabaya, Jawa Timur, menghuni dunia maya. Bahkan lewat fasilitas chatting, info yang beredar di mailing list mengenai perempuan yang 'bisa dipakai' maupun situs-situs kencan, transaksi esek-esek bisa terjadi.

Namun, modus kejahatan transaksi seks lewat internet, kini kian gencar. Jaringan virtual ini telah digunakan sebagai sarana memperdagangkan perempuan. Hanya saja, sejak terbongkarnya kejahatan sejenis yang menyebabkan tertangkapnya Ramdoni alias Rino dan Yanti Sari alias Bela beberapa waktu lalu, kejahatan ini dilakukan secara hati-hati. Selain ditawarkan melalui direktori tersembunyi pada situs-situs tertentu, data lengkap diri "penjaja cinta" termasuk tarif dan ukuran vital, kini tidak dinampakkan, kecuali foto-foto dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Selain transaksi seks, internet juga menjadi media mendapatkan film, hidden camera ataupun direct web cam berkategori xxx dengan isi lokal maupun internasional. Seperti dalam kasus merebaknya VCD "Itenas", "Medan Lautan Asmara", casting sabun mandi maupun hidden camera yang berisi adegan ganti pakaian beberapa artis di studi Budi Han. Karena terbatasnya peredaran, internet menjadi alternatif untuk mendapatkannya. Di samping download gratis, beberapa situs juga menawarkan penjualan VCD-VCD tersebut yang pengirimannya hingga ke rumah.

Yang konvensional dari sex on the net adalah situs yang menampilkan gambar-gambar perempuan lokal dari berbagai daerah dalam kondisi nirbusana. Bahkan kini tak segan situs-situs tersebut menarik bayaran dari para penikmat 'keindahan virtual' tersebut. Seperti, situs Exotic Azza yang menjual "Javanesse Erotica", memungut bayaran yang ingin menjadi anggota dengan dua 'kelas'. Yaitu, silver untuk sebulan pertama akses dengan tarif Rp 200 ribu dan gold untuk 3 bulan keanggotaan sebesar Rp 400 ribu.

Di masa depan, seperti telah dimulai negara-negara yang lebih bebas, seks lewat internet akan makin canggih. Dengan fasilitas webcam, selain pemilihan dan transaksi seks dilakukan secara online, tontonan tarian erotis misalnya, dapat dihadirkan tanpa perlu mendatangi tempat tertentu. Secara pro aktif, PSK dapat pula menawarkan jasanya lewat fasilitas chatting.

Modus baru yang terkait dengan sex on the net adalah pelanggaran privasi. Apalagi dengan hadirnya telepon genggam berkamera ditambah fasilitas GPRS. Foto-foto yang bersifat pribadi bisa menyebar luas dalam sekejap, baik karena "keisengan" pihak lain, atau akibat ponsel pribadi yang beralih ke tangah orang lain setelah dicuri maupun hanya sekadar dipinjam. Dalam bentuk digital, proses manipulasi, duplikasi maupun penyebaran akan terjadi dengan begitu cepat dan mudahnya.

Judi Online
Hadirnya situs Indobet Online menuai gugatan keras di kalangan masyarakat, terutama yang bergiat di bidang telematika. Pasalnya, situs ini di halaman mukanya mencantumkan ijin situs dari Menteri Negara Komunikasi dan Informasi dengan SK Menteri No. 20/M/Kominfo/12/2003 dan SK Menteri Sosial No. 605/HUK-UND/2003. Belakangan, Kementerian Negara Kominfo menolak bahwa surat yang diberikan merupakan "ijin" dan meminta Indobet Online tidak lagi mencatumkan ijin tersebut dalam situsnya.

Namun begitu, "ijin" yang diberikan Kementerian Kominfo tetap menuai gugatan. Masyarakat telematika begitu menyesalkan 'kelalaian' pemerintah dengan kurang jeli dan teliti untuk apa ijin diberikan. Sebab, di era reformasi seperti sekarang ini, portal begitu banyak hadir dan tanpa ijin. Sehingga, jika yang ada memintanya, hal itu seharusnya dicurigai akan ada apa-apanya. Apalagi, dalam surat yang ditandatangani Menneg Kominfo tersebut dikatakan akan adanya "transaksi Online" untuk operasionalisasi portal kegiatan penyelenggaraan undian gratis berhadiah tersebut.

Yang paling menarik adalah tanggapan pengeluar ijin lainnya, Departemen Sosial, yang mengatakan situs ini hanya sekadar situs informasi. Sama seperti gelar tinju, situs ini dinilai hanya menjual keanggotaan yang iurannya Rp 2 juta dan anggota bisa mengikuti undian gratis. Namun tetap saja, berdasar pencarian di beberapa situs searching, tak ada informasi apapun yang bisa digali dari situs ini. Sehingga, jenis situs ini dapat disamakan dengan sekitar 73 situs lainnya di internet yang berkategori taruhan.
Mengikuti sifat internet yang mengglobal, kejahatan jenis ini juga bersifat demikian. Bisa saja pengelolanya tidak berada di Indonesia. Sehingga, Indobet Online maupun sebelumnya hadir pula Tebaknomor.com hanya merupakan puncak "gunung es", dimana kejahatan sejenis dan lintas benua ini sesungguhnya akan lebih banyak. Baik berupakan casino online, lotto, forecast maupun tebak skor pertandingan olahraga.

Urgensi Cyberlaw
Dalam hal pemanfaatan teknologi informasi yang mengundang hadirnya kejahatan-kejahatan jenis baru dan lintas benua tersebut, maka diperlukan segera aturan hukum mengenai cyberlaw. Tanpa kepastian hukum, hal itu hanya akan makin memperburuk citra dan mempersulit posisi Indonesia dalam pergaulan dan perdagangan di dunia.

Saat ini pemerintah sedang menggodok RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun, baru pada semester kedua tahun ini direncanakan RUU tersebut diajukan ke DPR. Ini disayangkan, karena bukan waktu yang sebentar untuk membahas RUU ITE ini dan kemudian disahkan. Apalagi, tahun ini begitu banyak agenda besar bangsa seperti pemilu, pergantian komposisi anggota legislatif serta termasuk personil kepresidenan dan kabinet.
Diakui, soal perlunya regulasi yang mengatur kejahatan digital masih dalam perdebatan. Ada yang berpandangan bahwa jika sudah ada aturan hukum yang melarang suatu hal dalam dunia nyata, maka di dunia maya juga demikian. Pendapat tersebut dapat saja dipakai sebelum aturan hukum digital ada agar tidak terjadi kevakuman hukum. Sebab tanpa aturan yang jelas dan tegas, ditambah KUHAP kita tidak mengatur angka "1" dan "0" sebagai alat bukti yang sah, sulit kejahatan ini diajukan ke meja hijau.

Tidak ada komentar: